Kejari Binjai Diduga Langgar Azas Ultimum Remedium
Perkara Korupsi MAN Binjai
Redaksi - Kamis, 21 Maret 2024 00:49 WIB

Poto: Istimewa
Sidang perkara korupsi MAN Binjai.
drberita.id -Proses persidangan kasus MAN Binjai di Pengadilan Negeri Medan, pada Senin 18 Maret 2024, mengungkap adanya pelanggaran diduga dilakukan Kejari Binjai. Diduga melanggar itu adalah azas ultimum remedium.
"Azas ultimum remedium sendiri diharapkan dapat menjadi solusi yang terakhir dalam penyelesaian suatu kasus," ungkap Saksi Ahli Pengadaan Kontrak dan Manajemen Proyek Edi Usman MT, AU (MP & TBG), CPE, CCMS dalam persidangan.
Dalam persidangan terungkap beberapa fakta hukum pada dakwaan JPU kepada terdakwa kasus MAN Binjai.
JPU mendakwa dengan kerugian negara sebesar Rp. 1.021.475.824,00 karena penyalahgunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) hingga tahun 2022, dan penyalahgunaan dana dari komite pada tahun yang sama.
Namun, dakwaan hanya mengacu pada hasil pemeriksaan dan audit akuntan publik yang dibayar oleh Kejari Binjai dan tidak berkordinasi sama sekali dengan pihak BPK.
Kejari Binjai diduga melanggar azas ultimum remedium dalam menangani perkara penyalahgunaan dana BOS pada MAN Binjai, yang seharusnya penetapan kerugian negara wajib ditetapkan oleh BPK sesuai dengan Undang Undang BPK dan SEMA 4/2016.
SEMA 4/2016 menegaskan bahwa lembaga yang berhak menghitung dan menyatakan adanya kerugian negara adalah BPK. Sementara lembaga lain seperti BPKP hanya berwenang melakukan penghitungan kerugian negara, tapi tidak berhak menyatakan adanya kerugian negara.
Kuasa hukum meminta kepada majelis hakim untuk membedakan mana yang berniat merampok, mencuri, dan mana yang berniat melakukan maladministrasi. Karena menurut kuasa hukum, aturan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah jelas.
Dakwaan yang dilontarkan JPU hanya merincikan penyalahgunaan dana BOS tahun 2020, 2021, dan 2022, dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp. 492.615.824,00 dan penyalahgunaan dana komite sebesar Rp. 528.860.000,00 yang totalnya mencapai Rp. 1.021.475.824,00.
Ini menimbulkan keraguan atas jumlah kerugian yang tidak nyata dan pasti, bahkan terkesan asal-asalan dalam menghitungnya. Menjadi tidak pasti dalam jumlah kerugian negara ketika dalam persidangan akuntan publik mengaku menghitung kerugian pada MAN Binjai tanpa memperhatikan atau mengabaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan Itjen tahun 2020 yang sudah dilaksanakan MAN Binjai.
Sementara, akuntan publik yang ditunjuk Kejari Binjai tidak mengetahui adanya peraturan BPK nomor 3 tahun 2022 dan peraturan BPK nomor 1 tahun 2016, yang seharusnya menjadi pedoman dalam melakukan audit keuangan negara.
Kemudian, menyangkut dana komite MAN Binjai yang diperoleh dari sumbangan orangtua siswa dan/atau donatur menjadi tanda tanya bagi publik. Jika uang komite adalah uang negara, yang jelas dikelola oleh ketua komite dan bendahara komite.
"Lantas dimana posisi mereka? hanya sebagai saksi? dan apakah uang komite disetorkan ke kas negara sehingga berubah menjadi uang negara?," ungkap kuasa hukum terdakwa.
Ketua dan Bendahara Komite MAN Binjai menyelesaikan keperluan MAN Binjai dan dimasukan ke dalam rencana anggaran belanja komite tanpa bercampur dengan dana BOS, sehingga penuturan ketua dan bendahara Komite MAN Binjai telah melaksanakan tugasnya.
"Muncul pertanyaan apakah dana Komite Madrasah merupakan kerugian keuangan negara?," urai kuasa hukum.
Terhadap dakwaan JPU, saksi ahli telah memberikan penjelasan tentang larangan kriminalisasi pejabat, diskresi, dan masalah administrasi yang tidak boleh dipidanakan, serta data kerugian negara yang tidak boleh mengada-ada.
Persidangan MAN Binjai, tampak JPU Kejari Binjai telah melanggar azas ultimum remedium dan melampaui kewenangannya dalam menangani kasus tersebut.
Dalam menetapkan kerugian negara, pihak Kejari Binjai hanya menggunakan hitungan akuntan publik, yang dalam fakta persidangan hanya datang sekali ke MAN Binjai, dan tentu independensi hasil auditnya diragukan, mengingat akuntan tersebut diminta dan dibayar oleh Kejari Binjai.
Kasus korupsi MAN Binjai harus menjadi refleksi bagi seluruh pihak, mengingat bahwa dalam mengambil keputusan berkaitan dengan penegakan hukum, seluruh prosedur harus dilakukan sesuai aturan dan tidak boleh mengabaikan azas penting dalam penanganan perkara hukum, sehingga tidak terkesan sekedar mengejar target dari pimpinan terhadap kasus korupsi.
Ada lima instruksi Presiden Jokowi yang sudah jelas dilanggar dalam kasus MAN Binjai, yakni terkait larangan kriminalisasi pejabat, diskresi, dan masalah administrasi yang tidak boleh dipidanakan, dan data kerugian negara tidak boleh mengada-ada.
Sedangkan dalam keterangan saksi dari Kanwil Depag Sumut Rizki, dijelaskan pokok dana BOS diawasi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia dan Apip.
Hal tersebut dapat dianggap sebagai upaya melakukan azas ultimum remedium sebelum langkah pidananya diambil. Namun, terdapat dugaan melanggar asas ultimum remedium yang dilakukan Kejari Binjai.
Majelis hakim pun menunda persidangan hingga Kamis, 21 Maret 2024. Sehingga pengadilan sebagai tempat mencari keadilan bisa melihat ini dari kacamata keadilan.
SHARE:
Editor
: Redaksi
Tags
Berita Terkait

Dua Ahli dari Jaksa Jawab Tidak Tahu di Persidangan Mantan Kepala MAN Binjai

MAN Binjai Salurkan Donasi Kepedulian Palestina Rp14 Juta

Saksi dari Penyidik Tak Hadir, Sidang Korupsi MAN Binjai Ditunda

Polda Sumut Dimina Ambil Perkara Pembakaran Bocah 8 Tahun dari Polres Binjai
Komentar