Korban Kriminalisasi Polisi Narkoba di Sumut Jalan Kaki ke Jakarta, Temui Presiden dan Kapolri

Redaksi - Minggu, 03 Agustus 2025 12:24 WIB
Korban Kriminalisasi Polisi Narkoba di Sumut Jalan Kaki ke Jakarta, Temui Presiden dan Kapolri
Poto: Istimewa
Mahmudin yang akrab disapa Kacak Alonso
drberita.id -Mengenakan topi lusuh dan berselendangkan sang saka Merah Putih, Mahmudin yang akrab disapa Kacak Alonso, perlahan melangkah meninggalkan Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara.

Di pundaknya tergantung ransel sederhana dan berkibar spanduk bertuliskan 'Korban Kriminalisasi Oknum Kompol DK'.

Tujuannya tak main-main, Markas Besar Polri di Jakarta. Lebih dari 1.700 kilometer jarak yang akan ditempuhnya untuk sampai. Semua itu demi satu tuntutan yakni keadilan.

"Saya ingin melaksanakan amanat reformasi 1998. Saya ingin bertemu Presiden Prabowo dan Kapolri," ujar Kacak, Sabtu, 2 Agustus 2025, saat memulai aksinya.

Ia ditemani istri dan anak yang mengantarnya hingga ke batas Kota Tanjungbalai.

Di dadanya tergenggam buku Paradoks Indonesia karya Presiden Prabowo Subianto yang menurutnya, memberi kekuatan moral dalam menghadapi kesewenang-wenangan.

Kacak menyebut dirinya menjadi korban kriminalisasi Kompol Dedi Kurniawan (DK), perwira di Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.

Ia dilaporkan atas dugaan pelanggaran Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), lantaran menyebarkan video penangkapan seorang warga bernama Rahmadi melalui WhatsApp.

"Video itu bukan saya yang buat. Dan saya tidak pernah unggah ke Facebook. Tapi saya yang dilaporkan," kata Kacak dalam siaran langsung melalui TikTok miliknya di tengah perjalanan, yang kini telah membawanya jauh dari rumahnya.

Kacak mengatakan pernah diundang ke Polda Sumut dan disuruh membuat video klarifikasi. "Saya pernah diundang ke Polda Sumut dan disuruh membuat video klarifikasi. Mereka yang minta saya membuat video, tapi malah saya yang dikriminalisasi," lirihnya.

Menurut Kacak, proses yang dialaminya jauh dari prinsip keadilan. Ia pernah dipanggil ke Polda Sumut. Di sana, ia merasa ditekan.

"Saya ditanya, mau jadi saksi atau tersangka. Lalu disuruh buat video klarifikasi. Saya turuti. Tapi setelah itu saya tetap dilaporkan," ucapnya.

Narasi perlawanan Kacak tak lepas dari alegori yang ia ambil dari epos Mahabharata. "Kami rakyat kecil adalah Pandawa. Tapi hari ini, Kurawa sedang berkuasa," cetusnya.

Ia mengutip halaman 92 dari buku Paradoks Indonesia karya Presiden Prabowo Subianto. 'Dalam setiap perjuangan, pasti ada Pandawa dan Kurawa.'

Diketahui, Kompol DK melalui kuasa hukumnya Hans Silalahi, telah melaporkan Kacak ke Polda Sumut pada 31 Juli 2025.

Laporan itu terdaftar dalam LP Nomor: LP/B/1233/VII/2025/SPKT/POLDA SUMUT. Hans menuding video yang disebarkan Kacak menyesatkan dan mencemarkan nama baik kliennya.

Video tersebut, menurut laporan adalah rekaman kamera pengawas toko pakaian saat Kompol DK menangkap Rahmadi, warga Tanjungbalai, dalam kasus narkotika.

Polisi menyebut Rahmadi melawan saat ditangkap sehingga harus dilumpuhkan.

Rekaman itu kemudian menyebar ke grup WhatsApp beranggotakan ratusan orang. Namun Rahmadi membantah semua tuduhan.

Rahmadi mengklaim penangkapan itu direkayasa, dan sabu seberat 10 gram yang dijadikan barang bukti bukan miliknya, melainkan sengaja diletakan polisi di dalam mobilnya. Saat itu, mata dan tangan dalam kondisi terikat dan ditutup lakban.

Tak hanya Kacak, sejumlah warga lain yang mengkritisi kasus ini juga mendapat tekanan hukum. Kompol DK tercatat telah melaporkan beberapa orang lainnya yang menggelar unjuk rasa menuntut penyopotan sebagai polisi.

Laporan laporan tersebut menyasar warga yang membentangkan spanduk dan mendesak Presiden serta Kapolda Sumut untuk mencopotnya dari jabatan.

Kacak bertekad tidak akan berhenti hingga tiba di Jakarta. Ia juga merencanakan bertemu langsung dengan Komisi III DPR RI, DPD RI, dan berharap diberi ruang untuk bicara di depan publik.

"Saya akan tempuh semua ini dengan kaki saya sendiri. Karena suara rakyat kecil seringkali tak terdengar kalau hanya lewat surat," katanya.

Dalam perjalanan panjangnya, Kacak tidak sekadar berjalan. Ia juga terus menyuarakan kisahnya melalui siaran langsung di media sosial. Dukungan moral dari warganet berdatangan. Namun belum ada respons resmi dari institusi yang dituju.

SHARE:
Editor
: Redaksi
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru