IWO: Bongkar Dugaan Manipulasi Dokumen Ekspor Pome dan CPO
Kejahatan Kerah Putih Mulus di Indonesia
Redaksi - Senin, 26 Agustus 2024 16:05 WIB
Ketua Umum IWO Yudhistira.
drberita.id -Kejahatan kerah putih masih berlangsung mulus di Indonesia, sekalipun aparat penegak hukum terus menggaungkan perang terhadap segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Tindak kejahatan yang memicu kerugian negara dalam jumlah besar, yang perdugaan dilakukan di balik ekspor cruide palm oil (CPO) dan limbah cair sawit yang dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME) menjadi sorotan.
Ikatan Wartawan Online (IWO) menemukan indikasi kejahatan tersebut yang terjadi dengan modus manipulasi dokumen ekspor pada kedua produk dari kelapa sawit itu.
"Indikasi manipulasi itu sangat rentan terjadi, mengingat sampai saat ini belum ada regulasi dari pemerintah yang mengatur, khususnya terkait ekspor pome, dan juga belum diketahui oleh masyarakat banyak," tegas Ketua Umum IWO, Yudhistira dalam keterangannya di Jakarta, Senin 26 Agustus 2024.
Menurut Yudhistira, indikasi tersebut bisa terlihat dari ketimpangan pajak ekspor atas keduanya yang sangat jauh berbeda.
"Untuk pome misalnya, pajak ekspornya cuma 5 dollar amerika per tonnya. Sedangkan CPO, pajaknya mencapai 138 dollar per ton. Sangat jauh perbedaanya," kata Yudhistira.
Pria yang akrab disapa Yudis inipun mensinyalir perbedaan nilai pajak yang sangat jauh itu terindikasi menjadi peluang bagi perusahaan tertentu untuk melakukan manipulasi dokumen terkait ekspor tersebut.
"Ini yang perlu diselidiki oleh Polri, Kejaksaan atau KPK. Peluang kejahatan itu sangat besar dan banyak pihak yang memungkinkan melakukan konspirasi di dalamnya. Apalagi banyak perusahaan produsen CPO di tanah air seperti Wilmar Group, Sinar Mas, Permata Hijau Group, dan banyak lagi," sebutnya.
Modus operandinya, kata Yudis, salah satunya dengan memanipulasi barang yang diekspor. Misalnya yang diekspor adalah CPO, tapi disebutkan di dalam dokumen cuma pome yang tingkat keasamannya di atas 15%.
"Secara kasat mata toh sama. Karena memang ini dibutuhkan penyelidikan ekstra untuk memastikan barang yang diekspor sesuai dengan dokumen. Tujuannya jelas, agar pajak yang dibebankan lebih kecil. Atau dari investigasi kami, kejahatan itu juga terjadi dengan cara mengoplos (blend) CPO dengan pome. Lalu di dokumen disebutkan pome. Di eropa, kedua produk sawit ini bisa dipisahkan walau didatangkan dalam kondisi tercampur. Kalau tidak salah inilah permainan mafia, khususnya yang mengatur penyalurannya di eropa," tegasnya.
Yudis juga mengatakan, di eropa saat ini kebutuhan CPO dan pome sangat tinggi. Ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan uni eropa terkait energi baru terbarukan (EBT) atau renewble energy, yang meminta kapasitasnya terus dinaikan, hingga pada akhirnya bisa dinaikan menjadi bio diesel dari sawit.
Bahkan uni eropa sengaja memberikan subsidi kepada perusahaan CPO. Uni Eropa cari barang CPO ke asia tenggara. Regulasi sudah diatur SICC. Untuk kebutuhan itu, importir dari China yang bertugas masuk ke Asia Tenggara mencari limbah.
Terkait ekspor ini juga, lanjut Yudis, sangat memungkinkan adanya kongkalikong antara pihak Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, dan Syahbandar.
"Urusan produk minyak sawit inikan memang ranahnya Kementan. Sebelum diekspor ditimbun dulu dalam satu tanker. Bayangkan dengan kapasitas begitu besar, jika terjadi manipulasi dengan selisih antara 5 dengan 138 dollar amerika, berapa kerugian negara," bebernya.
"Dalam hal ini kan menjadi ranahnya bea cukai untuk mengecek produk ekspor itu. Lantas kenapa dengan mudah lolos, terus Syahbandar yang berwenang untuk arus lalu lintas kapal tanker. Lalu oknum aparat mengawal tanker sampai memasuki luar zona ekonomi ekslusif (ZEE). Dan ini kami yakini sudah berlangsung sejak lama," sambung Yudis.
Parahnya lagi, kata Yudis, para eksportir membeli produk turunan CPO tersebut dengan pajak hanya sebesar 11%, tetapi biaya pajak itu kemudian diajukan restitusi mengingat untuk ekspor tidak dikenakan pungutan PPN.
"Selain merugikan negara, ini juga jelas membuat para petani sawit tak bisa menikmati keuntungan yang semestinya. Sementara produk yang mereka tanam dijual dengan harga tinggi oleh eksportir baik dalam bentuk CPO ataupun pome," tandasnya.
SHARE:
Editor
: Redaksi
Tags
Berita Terkait
Pengusaha Ekspor Seafood Belawan Dilaporkan Istri dan Anaknya ke Polda Sumut
Relawan Pertanyakan Urgensi Dibukanya Kembali Ekspor Batubara
Komentar